Kamis, 22 Oktober 2015

BENTUK DAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MYANMAR

NAMA : MEGA MEILISA MANARA
NPM : 1516031029


ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS ILMU POLITIK DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS LAMPUNG 2015





NEGARA MYANMAR



PETA NEGARA MYANMAR:

  BENTUK PEMERINTAHAN DAN SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MYANMAR
Myanmar merupakan salah satu Negara yang terletak di Asia Tenggara, dan merupakan salah satu anggota dari ASEAN yang berbentuk negara kesatuan. Bentuk pemerintahan Myanmar adalah Juntai Militer yang di kenal dengan nama The State Peace and Development Council (SPDC). Kepala Negara Myanmar di pegang oleh Juntai (Jendral), sedangkan kepala pemerintahan dikepalai oleh perdana menteri. Sejak Juntai Militer menguasai Myanmar, banyak terjadi demonstrasi yang di lakukan oleh rakyat Myanmar. Para pendemonstrasi ini terdiri dari rakyat Myanmar yaitu para aktivis mahasiswa dan para tokoh agama yaitu para biksu.
Myanmar pemerintahannya berbentuk Oligarki Militer. Oligarki adalah negara yang kekuasaan politiknya dipegang oleh kelompok elit kecil dari masyarakat, baik dibedakan menurut kekayaan, keluarga atau militer. Parlemen: Menurut konstitusi seharusnya Bikameral (Pyithu Hluttaw/setara House of Representatives + Amyotha Hluttaw/setara Senate). Saat ini dijalankan oligarki militer.


LATAR BELAKANG BENTUK PEMERINTAHAN NEGARA MYANMAR
Dalam sejarahnya junta militer di myanmar ini sudah berkuasa sejak terjadinya kudeta militer oleh jendral Ne Win terhadap pemerintahan sipil yang saat itu dipimpin oleh U Nu pada tahun 1962. Setelah pemerintahan sipil jatuh dan beralih menjadi junta militer yang dipimpin oleh jendral Ne Win dan PM nya U Maung Maung kha, negara myanmar menjalankan pemerintahan dan politiknya secara otoriter. Eksistensi militer yang amat kuat di myanmar ini mengakar dengan membuat konstruksi dari konstitusi untuk mendukung keberadaan dari mereka sehinga membuat demokrasi menjadi sebuah wacana belaka dan tidak terwujudnya keadaan semestinya dimana kekuasaan pemerintaan semestinya berada di tangan sipil. Sejak pertama kali junta militer berkuasa di myanmar, sudah banyak sekali terjadi aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh rakyat myanmar ini sendiri yang beberapa dimotori oleh para aktivis mahasiswa maupun tokoh-tokoh agama yaitu para biksu. Aksi demontrasi terbesar yang pernah terjadi sepanjang sejarah berkuasanya junta militer di myanmar terjadi pada 8 agustun 1988 yang pada akhirnya demostrasi ini dikenal dengan generasi 88 yang didalamnya melibatkan banyak sekali pelajar dan biksu sebagai bentuk perlawana rakyak myanmar terhadap Ne Win dan menuntut sistem demokrasi. Tanpa adanya keraguan pemerintahan junta militer pada saat itu menanggapi demonstrasi ini dengan jalan kekerasan[1].
          Pada akhir dari peristiwa ini dicatat kurang lebih 3000 aktivis mahasiswa dan anggota pastai oposisi dikhabarkan meningal dunia akhibat kekerasan yang dilakukan junta militer dalam demonstrasi generasi 88. Demonstrasi ini dimotori oleh kaum biksu yang dipicu oleh melambungnya harga bahan bakar minyak pada saat itu yang mencapai 500 persen. Kenaikan harga minyak sebesar ini memicu kenaikan kebutuhan lain dan tentu harga ini tidak lah masuk akal dan tidak dapat diraih oleh masyarakat myanmar ditenga ekonomi rakyat yang kurang sejatrah. Disisi lain korupsi merajalela di kalang militer dan penjabat myanmar. Pada biksu sendiri memiliki peran dan andil yang amat besar dalam sejarah myanmar. Kiprah dan keterlibatan para biksu sebenarnya sudah berlangsung sejak perjuangan kemerdekaan melawan kolonialisme inggris. Pengaruh pada biksu sangatlah besar mengingat mayoritas masyarakat beragama Budha. Tewasnya 3000 aktivis dalam demonstrasi terbesar myanmar ini memicu kekecewaan oleh seorang tokoh di myanmar yaitu Aung San Suu Kyi. Aung San Suu kyi sendiri merupakan tokoh penting dalam perjalanan rakyat myanmar menuju demokrasi nantinya. Hampir seluruh pergerakan perjuangan rakyat myanmar tidak terlepas dari Aung San Suu Kyi ini[2]. Pada tanggal 15 Agustus 1988 Aung San Suu Kyi yang merasa kecewa akan tindakan kebrutalan dari pemerintah junta militer memutuskan untuk terjun dalam dunia politik. Dalam surat terbukanya kepada pemerintahan ia meminta dibentuknya komite konsultasi independen untuk mempersiapkan pemilu dengan konsep multi partai. Aung San Suu kyi menjadi tokoh tonggak awal demokrasi di myanmar dan menjadi ancaman terbesar bagi pemerintahanan junta militer yang nanti nya akan banyak sekali penahanan paksa terhadap Aung San Suu kyi oleh junta militer. Kedepannya Aung San Suu Kyi merupakan orang yang berhasil membawa masalah myanmar ke dunia internasional sehingga keadaan dimyanmar menjadi perhatian
salah satu organisasi internasional regional yaitu ASEAN yang nanti nya akan memiliki peran penting dalam pendemokrasian di myanmar.
Perjuangan keras rakyat myanmar dalam aksi demonstrasi terbesar yang tercatat dalam sejarah myanmar akhirnya berhasil membuat pemimpin junta militer Jendral Ne Win mengundurkan diri saat itu. Pengunduran diri dari jendral Ne Win sama sekali tidak menandakan berakhirnya junta militer pada saat itu. Setelah jatuhnya jendral Ne Win kepemimpinan diambil alih oleh Jendar Maung Maung yang sama-sama berlatar belakang militer. Meski begitu kebijakan jendral maung maung lebih cendung bersifat demokratis dah hal ini dianggap sebagai sebuah ancaman yang besar bagi kekuasan junta militer. Hal ini berimbas pada kudeta militer untuk kedua kali nya yang kali ini dilakukan oleh Jendral Saw Maung pada 19 september 1988. Setelah kurang lebih empat tahun memimpin akhirnya pada tanggal 1992, Saw Maung mengundurkan diri dari jabatannya sebagai kepala negara dan mengangkat Jendral Than Shwe sebagai penggantinya.
Demokrasi yang diabaikan dalam penyelenggaraan pemerintahan di myanmar menyebabkan pelanggaran HAM dimana mana. Junta militer yang mengambil alih kekuasaan mendominasi bahkan mengendalikan sistem pemerintahan dengan membentuk Dewan Peneguhan Hukun dan Peraturan (SLORC) dan kemudian diganti menjadi nama Dewan Ketentraman dan Pembangunan Negara agar dianggap lebih ‘halus’ meski dalam pelaksanaanya jauh dari harapan serata banyak melanggar HAM.

LATAR BELAKANG SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA MYANMAR
Sejarah Myanmar dapat dilihat sejak awal kemerdekaan, 4 Januari 1948, sebagai republik independen Union of Burma, dengan Sao Shwe Thaik sebagai Presiden dan U Nu sebagai Perdana Menteri. Demokrasi di Myanmar terhenti pada 1962, ketika Jenderal Ne Win melancarkan kudeta dan sempat mengendalikan pemerintahan selama 26 tahun. Junta militer yang otoriter memperkokoh cengkeraman kekuasannya melalui kudeta dan membatasi ruang gerak kaum oposisi pro-demokrasi. Demonstrasi-demonstrasi pro-demokrasi seperti yang telah terjadi pada 1974, 1988 dan 2007 ini, selalu dihadapi dengan kekerasan militer. Pada 1988 Jenderal Saw Maung melakukan kudeta dan membentuk pemerintahan yang dikenal sebagai State Law and Order Restoration Council (SLORC). Pada 1989, SLORC mengumumkan keadaan darurat untuk memukul para demonstran pro-demokrasi. Pada 1989 rezim SLORC mengubah nama Burma menjadi Myanmar.
Menurut Samuel P. Huntington dalam bukunya Tertib Politik menjelaskan bahwa, di dalam Oligarki Pretorian perjuangan untuk memperoleh kekuasaan seringkali dibarengi dengan kudeta tetapi aksinya hanya merupakan “revolusi istana” ketika satu anggota oligarki mengganti kedudukan anggota lain tanpa menumpahkan darah. Kepemimpinan puncak memang mengalami perubahan, tetapi di dalam ruang lingkup wewenang pemerintahan atau partisipasi tidak terjadi perubahan yang berarti dan landasan legitimasi sebagaimana halnya kerajaan mulai berakhir dan slogan serta program baru revolusi dan pembangunan nasional mulai disebarluaskan (Samuel P. Huntington - Rajawali Pers – 2004)
Sedangkan menurut Saurip Kadi mengungkapkan bahwa, Kondisi masyarakat pretorian inilah yang mendorong militer untuk terlibat dalam politik karena masyarakatnya berupaya masuk ke dalam politik untuk memperjuangkan kepentingan masyarakat secara keseluruhan meskipun bangunan politiknya belum mapan (Saurip Kadi – PARRHESIA - 2006)
Kondisi inilah yang mendorong militer Burma atau Myanmar untuk menguasai kekuasaan karena keadaan politik yang belum mapan. Penguasaan militer terhadap pemerintahan Myanmar memiliki kesamaan dengan apa yang terjadi di Indonesia pada masa Orde Baru dimana tentara Myanmar adalah para pejuang untuk memperjuangkan kemerdekaan Burma/Myanmar dari kolonialisme Inggris.



ANALISIS:
menurut saya negara myanmar dengan bentuk pemerintahan juntai militer itu kurang cocok , karena banyak sekali masyarakat yang menentang akan hal tersebut, banyak rakyat myanmar yang berdemonstrasi. Sudah banyak sekali terjadi aksi demonstrasi besar-besaran yang dilakukan oleh rakyat myanmar ini sendiri yang beberapa dimotori oleh para aktivis mahasiswa maupun tokoh-tokoh agama yaitu para biksu. Selain itu banyak kebutuhan yang harganya melonjak. Disisi lain korupsi merajalela di kalang militer dan penjabat myanmar


DAFTAR PUSTAKA







1 komentar: